A. Pendahuluan
Bahasa
merupakan salah satu warisan budaya manusia yang sangat berharga sepanjang
sejarah kehidupan. Karena bahasa merupakan warisan hidup yang harus dipelajari.
Seseorang anak manusia tidak akan pernah bisa berbahasa jika tidak diajari
bahasa.
Dalam
dunia keilmuan bahasa menjadi fenomena yang sangat menarik karena kajian apapun
yang melibatkan masyarakat pasti akan melibatkan bahasa, begitu juga sebaliknya
kajian tentang bahasa perlu kehadiran masyarakat penutur bahasa yang berkaitan
dengan budaya yang ada pada masyarakat pengguna bahasa.
Bahasa
sebagai alat yang digunakan budaya untuk memahami kepercayaan, nilai dan norma
bahasa juga sebagai alat buat berinteraksi dengan orang lain dan juga sebagai
alat untuk berfikir. Sehingga bisa dikatakan bahasa merupakan hasil budaya
suatu masyarakat yang komplek dan aktif. Bahasa dikatakan kompleks karena
didalamnya terdapat pemikiran-pemikiran kolektif yang dimiliki masyarakat.
Sedangkan bahasa dikatakan aktif karena bahasa mengalami perubahan sesuai
dengan perkembangan manusia dan zaman. Bahasa selalu terikat kuat dengan
masyarakat pengguna bahasa itu sendiri, karena bahasa adalah cerminan dari
perubahan dan peradaban sebuah masyarakat.
B. Pengertian Bahasa dan Budaya
1. Pengertian Bahasa
Bahasa
memiliki pengertian yang sangat luas karena bahasa sebagai alat komunikasi
sosial seluruh umat manusia didunia. Banyak para ahli merumuskan pengertian
bahasa, antara lain menurut Wibowo, bahasa adalah system symbol bunyi yang
bermakna dan berartikulasi yang dihasilkan oleh alat ucap yang bersifat arbiter
dan konvensional yang dipakai oleh manusia sebagai alat komunikasi oleh
sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pemikiran. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia pengertian bahasa ke dalam tiga bahasan, yaitu:
a.
Sistem lambing bunyi berartikularasi (yang dihasilkan oleh
alat-alat ucap) yang bersifat sewenang-wenang dan konvensional yang dipakai
sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pemikiran.
b.
Perkataan-perkataan yang dipakai oleh suatu bangsa (suku
bangsa, daerah, negara, dsb)
c.
Percakapan (perkataan) yang baik, sopan santun, tingkah laku
yang baik. Sedangkan dalam kajian bahasa Arab, menurut Ibn Jinni, bahasa adalah
sistem bunyi yang digunakan sekelompok masyarakat untuk mengungkapkan tujuannya
2. Pengertian Budaya
Budaya
berasal dari bahasa sansekerta yaitu Buddhayah, yang merupakan bentuk jamak
dari buddi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan
budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture yang
berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah, Bisa diartikan sebagai mengolah
tanah atau Bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai Kultur dalam
bahasa Indonesia.
a.
Definisi budaya menurut EB Taylor, seorang ahli antropologi
budaya adalah suatu keseluruhan kompleks, meliputi:
·
Pengetahuan
·
Kepercayaan
·
Kesenian
·
Moral
·
Hukum
·
Adat
istiadat
·
Kemampuan-kemampuan
·
Kebiasaan yang diperoleh
anggota-anggota suatu masyarakat
b. Definisi budaya menurut Reisinger
(2009:32), meliputi:
·
Lingkungan manusia
·
Warisan sosial dan tradisi
·
Aturan dalam kehidupan sosial
·
Cara
berpakaian
·
Makanan
·
Citra
diri
·
Relasi Nilai dan norma
·
Kepercayaan dan sikap
·
Cara
berpikir
·
Kebiasaan kerja dan penggunaan waktu luang
·
Waktu
·
Pengetahuan kognitif
·
Proses mental dan komunikasi
·
Simbol-simbol
·
Presepsi
·
Perbedaan dan persamaan di antara manusia
c.
Definisi Kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Kebudayaan memiliki 3 wujud, yakni:
·
Suatu komples
dari ide-ide gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya
(system buadaya)
·
Suatu kompleks
aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat (system sosial)
·
Sebagai benda-benda hasil karya manusia
(kebudayaan fisik)
C.
Komponen Budaya
Menurut Cateora, budaya memiliki
beberapa elemen, yaitu :
1.
Budaya Material (material culture), dibedakan dalam dua
bagian yaitu: teknologi dan ekonomi.
a.
Teknologi mencakup teknik atau cara untuk mengubah atau
membentuk material menjadi suatu produk yang berguna bagi masyarakat pada
umumnya.
b.
Adapun ekonomi adalah cara orang menggunakan segala
kemampuan untuk mengahsilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang
lain. Organisasi sosial (sosial institution): antara lain Pendidikan sebagai Lembaga yang berkaitan dengan
cara orang berhubungan dengan orang lain, mengorganisasikan kegiatan agar dapat
hidup secara harmonis dengan orang lain, dan mengajar perilaku yang dapat
diterima oleh generasi berikut.
2.
Sistem kepercayaan atau keyakinan yang dianut oleh suatu
masyarakat akan berpengaruh terhadap system nilai di masyarakat tersebut.
3.
Estetika (aesthetics), nilai-nilai estetika yang ditunjukkan
masyarakat dalam berbagai peran perlu dipahami secara benar, agar pesan yang
disampaikan mencapai sasaran secara efektif
4.
Bahasa adalah suatu cara agar seseorang dapat mengungkapkan
pesan melalui simbol-simbol tertentu kepada orang lain.
D.
Tingkatan Budaya
Menurut Murphy dan
Hildebrandt, dalam dunia praktis terdapat tiga tingkatan budaya, yaitu:
1.
Formal: Budaya pada tingkatan formal merupakan tradisi atau
kebiasaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat secara turun-temurun dari satu
generasi ke generasi berikutnya yang bersifat formal atau resmi. Dalam dunia
Pendidikan, tata bahasa Arab adalah budaya tingkat formal karena mempunyai
aturan baku dan terstruktur dari dulu hingga
sekarang.
2.
Informasi : pada tingkatan ini budaya lebih banyak
diteruskan oleh suatu masyarakat dari generasi berikut melalui segala yang
didengar, dilihat, digunakan, dan dilakukan meski tanpa mengetahui alasanmelakukannya
3.
Teknis : Pada tingkatan ini setiap bukti dan aturan
merupakan hal terpenting. Harus ada penjelasan logis tentang tidak bolehnya
melakukan sesuatu. Pada tingkatan formal pembelajaran dalam budaya mencakup
pembelajaran pola perilaku, sedangkan pada tingkatan teknis, aturan-aturan
disampaikan secara logis dan tepat.
E. Pengertian Lintas Budaya
Lintas budaya terjadi ketika manusia dengan budayanya
berhubungan dengan manusia lain dari budaya yg berbeda, berinteraksi, saling
mempengaruhi, memberikan dampak positif dan negatif. Adanya
perbedaan
budaya karena budaya bersifat dinamis dan selalu berevolusi. Lintas budaya
menciptakan nilai untuk menentukan mana yg tepat dan dapat diterima oleh budaya
lain, sehingga menjadikan manusia dapat berkomunikasi dengan baik, mempererat
ikatan, memberikan keunikan, berbagi pengalaman dan terciptanya perdamaian dan
harmonisasi kehidupan.
F. Perbedaan Budaya
Perbedaan itu dapat
dilihat dari:
1.
Nilai-Nilai sosial
2.
Peran dan Status
3.
Pengambilan Keputusan
4.
Konsep Waktu
5.
Konsep Jarak Komunikasi
6.
Konteks Budaya
7.
Bahasa Tubuh
8.
Perilaku Sosial
9.
Perilaku Etis
10.
Perbedaan budaya perusahaan
G. Tujuan Pemahaman
Lintas Budaya
1.
Menyadari biasbudayasendiri
2.
Lebihpekasecarabudaya
3.
Memperoleh kapasitas untuk terlibat
dengan anggota dari budaya lain untuk menciptakan hubungan yang penuh toleransi
4.
Merangsang pemahaman yanglebih besar
atas budayanya sendiri
5.
Memperluasdanmemperdalampengalaman
6.
Mempelajari ketrampilan komunikasi yang membuat seseorang mampu menerima gaya
danisi komunikasinya sendiri
7.
Memahami budaya sebagai hal
yg menghasilkan, memelihara semesta
wacana dan makna bagi paraanggotanya.
8.
Memahami kontak antar budaya, sebagai
input terhadap asumsi- asumsi, nilai, kebebasan, dan keterbatasan-keterbatasan
9.
Memahamimodel, konsep danaplikasi bidangkomunikasi antarbudaya
10.
Menyadari sistem nilai yang berbeda
dapat dipelajari secara sistematis, dipahami dan dibandingkan
Budaya adalah gaya hidup unik suatu kelompok manusia
tertentu. Budaya bukan sesuatu yang hanya dimiliki oleh sebagian orang dan
tidak dimiliki oleh sebagian orang yang lainnya. Budaya dimiliki oleh seluruh
manusia, dengan demikian seharusnya budaya menjadi salah satu faktor pemersatu.
Pada dasarnya
manusia menciptakan budaya atau lingkungan
sosial sebagai suatu upaya adaptasi
terhadap lingkungan fisik dan biologis.
Setiap individu cenderung menerima dan mempercayai yang dikatakan budaya mereka. Terkadang mereka dipengaruhi
sedemikian kuat oleh adat serta pengetahuan masyarakat tempat mereka tinggal
dan dibesarkan. Akibatnya, bahkan
cenderung mengabaikan atau menolak segala yang bertentangan dengan “kebenaran”
kultural atau bertentangan dengan kepercayaan tersebut. Inilah sering menjadi
landasan bagi tumbuhnya prasangka di antara anggota-anggota kelompok lain, bagi
penolakan untuk berubah atas gagasan-gagasan
baru.
Setiap budaya memberi identitas
kepada sekolompok orang tertentu sehingga
jika ingin lebih mudah memahami perbedaan-
perbedaan yang dalam setiap budaya tersebut kita harus mampu untuk mengidentifikasi budaya tersebut nampakpada: Komunikasi dan Bahasa Sistem
komunikasi, verbal maupun nonverbal, membedakan suatu kelompok dari kelompok
lainnya. Terdapat banyak sekali bahasa verbal dan bahasa nonverbal (Bahasa
tubuh) di seluruh dunia.
Bahasa nonverbal sering
dianggap bersifat universal namun perwujudannya kerap pula berbedasecaralokal.
1.
Pakaian dan Penampilan
Pakaian dan penampilan, termasuk dandanan
untuk menghias tubuh, jugaberbeda secara kultural.
2.
Makanan dan Kebiasaan Makan
Cara memilih,
menyiapkan, menyajikan dan menikmati makanan
sering berbeda di antara berbagai budaya. Subkultur-subkultur juga dapat
dianalisis dari perspektif ini, seperti ruang
makan eksekutif, asrama tentara, ruang minum teh wanita,
dan restoran vegetarian.
3.
Waktu dan Kesadaran akan waktu
Kesadaran
akan waktu berbeda antara budaya yang satu dengan budaya lainnya. Sebagian
orang tepat waktu dan sebagian lainnya merelatifkan waktu.
4.
Penghargaan dan Pengakuan
Suatu
cara untuk mengamati suatu budaya adalah dengan memperhatikan cara dan metode
memberikan pujian atas tindakan baik dan berani, pengabdian atau bentuk lain
penyelesaian tugas.
5.
Hubungan-Hubungan
Budaya
juga mengatur hubungan manusia atau organisasi berdasarkan usia, jenis kelamin,
status, kekeluargaan, kekayaan, kekuasaan, dan kebijaksanaan.
6.
Nilai dan Norma
Berdasarkan
sistem nilai yang dianut, suatu budaya menentukan norma- perilaku masyarakat yang
bersangkutan. Aturan ini bisa berkenaan dengan berbagai
hal, mulai dari etika kerja atau kesenangan
hingga kepatuhan mutlak
atau keleluasaan bagi anak-anak.
7.
Rasa Diri dan Ruang
Kenyamanan yang
dimiliki seseorang bisa
diekspresikan secara berbeda dalam setiap budaya. Beberapa
budaya sangat terstruktur dan formal, sementara budaya lainnya lebih lentur dan informal. Beberapa budaya
sangat tertutup dan menentukan tempat seseorang secara persis, sementara budaya-budaya lain lebih terbuka
dan mudah berubah.
8.
Proses Mental danBelajar
Beberapa
budaya menekankan aspek perkembangan otak ketimbang aspek lain sehingga orang
dapat mengamati perbedaan-perbedaan yang mencolok dalamcara belajar danberpikir
orang-orang.
9.
Kepercayaan dan sikap
Semua
budaya tampaknya mempunyai perhatian terhadap hal-hal supernatural berupa
praktik keagamaan atau kepercayaan.
H. Komunikasi dengan Orang yang Berbudaya Asing
Berkomunikasi bukan hanya dengan
berbicara. Dalam berbicara dapat dibaca emosi lawan bicara. Penelitian tentang pengakuan lintas
budaya intonasi emosional dalam suara
telah menunjukkan hasil yang sama dengan
yang diperoleh untuk ekspresi wajah.
Paul Ekman menemukan fakta menarik bahwa budaya mempengaruhi bagaimana
sebuah emosi akan ditampilkan dalam situasi tertentu. Pada penelitiannya di
tahun 1973, Ekman melakukan eksperimen pada orang Jepang dan Amerika.
Ekspresi emosi yang secara biologis bersifat
bawaan dan universal, akan tetap dipengaruhi oleh
aturan-aturan pengungkapan yang
bersifat kultural.
Aturan kultural
ini meliputi bagaimana, kapan, dan dimana sebuah
ekspresi emosi tersebut ditampilkan.
Aturan ini disebut sebagai aturan pengungkapan kulturan (cultural display rules).
Komunikasi Nonverbal
Penelitian mengenai gerak tubuh
sebagai suatu bentuk komunikasi disebut kinestetik. Sistemkategori untukperilakukinestetik dikembangkan oleh Ekman dan Friesen
(1969 dalam Berry et.al.,
2002) yang membagi perilaku
non verbal menjadi empattipe, yaitu:
1.
Tanda atau isyarat
2.
Ilustrator
3.
Regulator
I. Belajar Tentang Budaya
Ketika tinggal di negara lain alangkah baiknya seseorang sedikit banyak
mengenal budaya maupun adat istiadat yang berlaku di negara tersebut. Mengenal
beberapa kata bahasa asing untuk seatu pergaulan di lingkungan merupakan
langkah baik yang senantiasa perlu dikembangkan. Jadi belajar tentang budaya
negara lain juga bisa dijadikan sebagai langkah awal untuk berkomunikasi dengan
orang yangberbudayaasing.
Contoh pendekatan cross cultural understanding ini misalnya tampak dalam kasus orang
Arab belajar bahasa Indonesia, misalnya mereka sudah memahami materi tentang
pasar di Indonesia, namun mereka akan terkejut ketika harus terlibat dalam praktek proses tawar menawar
yang terjadi di lapangan yang jauh berbeda dengan budaya Arab. Atau seorang
Inggris misalnya telah membaca keterangan tentang fungsi pertanyaan seperti :
“Mau kemana?” “Dari
mana?” yang bisa
berarti sama dengan
sapaan “Hai” di budaya Inggris,
tetapi mereka akan merasa terkejut ketika disapa Mau kemana? Dari mana?,
sebagaimana mereka merasa sangat risih ketika ditanya “Apa agama anda?” atau
“Berapa gaji pembantu anda?”.
Kemudian
dalam implimentasinya pendekatan CCU ini membutuhkan sarana prasana yang
mendukung penyampaian materi pelajaran. Karena pembelajaran bahasa Arab
berbasisis pendekatan CCU ini meliputi aspek menyimak maka dibutuhkan media
audiovisual yang dapat mendukung program tersebut. Juga kebutuhan bahan-bahan
bacaan yang bersumber dari negara Arab agar lebih dekat dengan budaya Arab,
maka di perpustakaan hendaknya diperkaya dengan buku- buku/ majalah/ koran Arab
atau buku- buku yang membahas budaya Arab yang tentunya sesuai dengan prinsip-
prinsip pemilihan materi di atas. Atau dengan mengadakan rihlah/ jalan-jalan ke
tempat orang Arab.
J.Mengembangkan Keterampilan Komunikasi Lintas Budaya
Mempelajari apa yang dapat dilakukan oleh seorang tentang
budaya tertentu sebenarnya merupakan cara yang baik untuk menemukan bagaiman
mengirim dan menerima pesan-pesan lintas budaya secara efektif. Mempelajari
keterampilan komunikasi lintas budaya pada umumnya akan membantu seseorang
beradaptasidalam setiap budaya.
K. Negosiasi Lintas Budaya
Membedakan budaya dalam dua kelompok yaitu budaya permukaan (surface culture) seperti makanan,
liburan, gaya hidup, dan budaya tinggi (deep
culture), yang terdiri atas sikap nilai-nilai yang menjadi dasar budaya
tersebut.
Orang yang berasal
dari budaya yang berbeda
seringkali mempunyai
pendekatan negosiasi yang berbeda. Tingkat toleransi untuk suatu
ketidaksetujuan pun bervariasi. Seseorang harus dapat menumbuhkan hubungan personal sebagai dasarmembangun kepercayaan dalam
proses negosiasi.
Negosiator dari budaya yang berbeda
mungkin menggunakan teknik pemecahan
masalah dan metode pengambilan
keputusan yang berbeda. Jika mempelajari
budaya partner sebelum bernegosiasi,
akan lebih mudah untuk dapat memahami pandangan
mereka. Menunjukkan sikap
yang luwes, hormat, sabar dan sikap bersahabat akan membawa
pengaruh yang baik bagi proses
negosiasi yang sedang berjalan, yang pada akhirnya dapat ditemukan solusi yang menguntungkankeduabelahpihak.
L. Akulturasi dan Relasi Interkultural
Definisi Alkuturasi
Menurut Suyono, dalam Rumondor (1995:
208) Akulturasi merupakan pengambilan atau penerimaan satu atau beberapa unsur kebudayaan yang berasal dari pertemuan dua atau beberapa
unsur kebudayaan yang saling berhubungan atau saling bertemu.
“Akulturasi (acculturation atau culture contact)
adalah proses sosial
yang timbul bila suatu kelompok
manusia dengan kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian
rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan
asing itu lambat laun diterima dan diolah
ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan
hilangnyakepribadiankebudayaanitusendiri”.(Nardy,2012)
Faktor yang Mempengaruhi
a.
Faktor Internal
1. Bertambah
dan berkurangnya penduduk (kelahiran, kematian, migrasi)
2. Adanya penemuan baru.
3. Discovery - penemuanide
atau alat baruyangsebelumnyabelum
pernah ada.
4. Invention - penyempurnaan penemuan
baru.
5. Innovation - pembaruan atau penemuan baru yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat sehingga
menambah, melengkapi atau mengganti yang telah ada.
6. Konflik dalam masyarakat.
7. Pemberontakan atau revolusi
b. Faktor Eksternal
1. Perubahan
Alam
2. Peperangan
3. Pengaruh kebudayaan lain melalui difusi,
akulturasi,dan asimilasi.
Dalam ilmu psikologi, faktor-faktor yang memperkuat
potensi akulturasi
dalam taraf
toleransi, kesamaan nilai, mau mengambil risiko, keluwesan kognitif,
keterbukaan dan sebagainya. Dua budaya yang mempunyai nilai-nilai yang sama
akan lebih mudah mengalami akulturasi dibandingkan dengan budaya yang
berbedanilai.
Individu adalah
faktor Bentuk Kontak Kebudayaan yang Menimbulkan Proses Akulturasi (Saebani)
1.
Kontak dapat terjadi
antara seluruh masyarakat , atau antar bagian dari masyarakat, dan terjadi semata –mata antara individu dari dua kelompok.
2.
Kontak dapat diklasifikasikan antara golongan yang
bersahabat dan golongan yang bermusuhan.
3.
Kontak dapat timbul
antara masyarakat yang dikuasai, baik secara politik maupun ekonomi.
4.
Kontak kebudayaan dapat
terjadi antara masyarakat yang sama besarannya dan berbedabesarannya.
5.
Kontak kebudayaan dapat
terjadi antara aspek
– aspek yang materil dan yang non materil dari
kebudayaan yang sederhana dengan
kebudayaan yang kompleks,
dan antara kebudyaan yang
kompleks dengan yang kompleks pula.
Interkultural
Interkultural adalah orang-orang yang memiliki latar belakang budaya yang
berbeda. Interkultural biasanya dijelaskan dalam komunikasi antarbudaya.
Menurut Matsumoto dan Juang (2008) komunikasi antar budaya (intercultural communication) merupakan
komunikasi antar orang yang memiliki latar belakang budaya berbeda.
Menurut Matsumoto
dan Juang (2008), akulturasi terbagi menjadi dua proses yang saling berhubungan
tetapi memiliki komponen yang berbeda Faktor Psikologis yang Memprediksi Intercultural Adaptation dan Intercultural Adjustment
Dalam Intercultural Adjustment,
terdapat beberapa faktor yang
penting. Faktor
yang pertama adalah Cultural Fit atau
tingkatan dimana karakteristik seseorang cocok
dengan lingkungan budaya baru yang mana dia akan terakulturasi (Ward dan
Chang dalam Matsumoto dan Juang, 2008).
Ia juga mengatakan bahwa individu yang cocok akan memiliki penyesuaian yang
baik, sebaliknya individu yang tidak cocok karakteristiknya akan memiliki
penyesuaian diri yang buruk, dimana
mereka kemudian stres,
depresi, atau cemas.
Faktor lainnya yang penting untuk Intercultural
Adjusment adalah regulasi emosi yang diartikan sebagai kemampuan untuk
mengatur reaksi emosi agar mendapatkan hasil yang berguna. Dalam studi yang
berkelanjutan ditunjukan bahwa pengaturan emosi adalah salah satu kunci suksesnya intercultural adjustment
(Matsumoto, LeRoux, Bernhard, Gray, Iwamoto, Choi, Rogers, Ratzlaff, Tatani,
Uchida et al, dalam Matsumoto dan Juang, 2008).
Dalam Intercultural Adaptation,
kemungkinan penuh konflik yang tidak dapat dielakkan yang banyak membawa
tekanan (stres).
Kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri dengan sukses
menjadi cara untuk dapat menghadapi terjadinya stres
ketika tinggal dalam budaya baru. Kemampuan ini menuntut kita untuk tidak
mengatasi masalah dengan emosi. Kita harus
mampu menjaga emosi kita, itulah yang dinamakan proses regulasi emosi. Jadi dapat dikatakan, regulasi emosi adalah kemampuan dalam mengatur dan mengendalikan
emosi ketika menghadapi situasi
yang membuat stres.
Sebuah variabel yang berkaitan dengan regulasi emosi adalah Need for Cognitive Closure (kebutuhan
untuk menggunakan kognitif). Need for
Cognitive Closure berhubungan negatif dengan regulasi emosi. Orang- orang
yang regulasi emosinya rendah kemungkinan memiliki Need for Cognitive Closure yang tinggi, karena mereka tidak bisa
mengatasi rasa cemas mereka yang tidak diketahui penyebabnya (Matsumoto dan
Juang,
2008).
Rintangan
dalam mencapai Intercultural
Communication yang Efektif
1.
Adanya asumsi kesamaan (similiarities)
2.
Perbedaan bahasa
3.
Kesalahpahaman dalam menginterpretasikan
non-verbal
4.
Prasangka dan Stereotipe
5.
Ketergantungan terhadap stereotip dapat mecegah
timbulnya komunikasi yang objektif.
6.
Kecenderungan untuk menilai
7.
Nila-nilai budaya yang saling berbeda akan menimbulkan
penilaian negatif bagi orang lainnya.
Meningkatkankomunikasidenganlawanbicaramultibudaya
a) Pelajari ungkapan_ungkapan asing,
b) Gunakan bahasa
inggris sederhana,
c) Berbicara
dengan pelan dan ucapkan dengan
jelas,
d) Amati pesan
mata,
e) Dorong umpan balik akurat,
f) Sering-sering memeriksa pemahaman,
g) Terima kesalahan,
h) Dengarkan tanpamenyela,
i) Jangan lupa
tersenyum,
j) Tindaklanjuti dalam tulisan,
k) Saran-saran menyampaikan pesantertulis:
–
Pakai format lokal
–
Gunakan kalimat-kalimat singkat
dan paragraf pendek
–
Hindari ungkapan-ungkapan ambigu
–
Usahakan kejelasan
–
Gunakan tata bahasa yang benar
l) Daftar periksa untuk
meningkatkan kepekaan dan komunikasi antar
budaya :
–
Pelajari budaya Andasendiri,
–
Hindari etnosentrisme,
–
Hindari menghakimi,
–
Cari pijakan bersama,
–
Amati isyarat nonverbal dalam kebudayaan
Anda,
–
Sesuaikan dengan preferensilokal,
–
Hindari penilaian spontan
–
Pelajari budaya lain.
N. GLOBALISASI LINTAS BUDAYA DAN GEGAR
BUDAYA
Mc Luhan dan Bruce memaknai
globalisasi dengan “global village” peningkatan kesadaran dunia yang satu (world is one) atau terciptanya homogenitas
dunia sebagai akibat dari kesuksesan sistem komunikasi secara keseluruhan dalam
kampung dunia. Saat ini betapa mudahnya orang
melakukan komunikasi jarak jauh,
tidak hanya antar kota
tetapi antar negara yang lokasinya berjauhan.
Nilai globalisasi
1. Dimensi Ekonomi
Dimensi ekonomi merupakan penggerak dari globalisasi, karena globalisasi
selalu ditandai dengan perdagangan bebas. Berbagai arus barang, jasa, modal,
teknologi, budaya, dan sumber daya
manusia menembus batas- batas ruang dan waktu suatu negara. Hal ini disebabkan
karena arus globalisasi bergerak bebas tanpa
negara harus mengatur dan mengelola
berbagai komoditi yang
dapat masuk secara
optimal sebagai bagian
penting dari daya saing negara tersebut. Menurut Subroto (2011) mekanisme ini dapat terlaksana
dengan adanya kerjasama ekonomi baik
dalam tingkatan bilateral, regional maupun international. Bentuk-bentuk kerjasama dapat terlaksana jika saling menguntungkan (mutual benefit) dan keterbukaan (openness) diantara
negara yang
terlibat dalam kerjasama ekonomi. Dengan semakin menguatnya sistem perdagangan
dan pasar bebas dunia di era globalisasi, kerjasama ekonomi (economi
corporation) mutlak diikuti oleh setiap negara yang maju menjadi pemain di
dalam tatanan baru ekonomi dunia.
2. Dimensi teknologi
Globalisasi hadir dengan dunia. Kemajuan teknologi khususnya dibidang teknologi informasi,
selalu diikuti dengan inovasi-inovasi baru membawa dampak yang sangat luas.
Siapapun dapat mengakses berbagai informasi tiada batas tanpa ada sistem sensor atau filterisasi. Bahkan
kemajuan bidang teknologi informasi ini telah menciptakan berbagai alat
komunikasi yang handy (kecil dan
dapat dibawa kemana-mana) seperti laptop, tablet, smart phone dll, yang
semuanya mampu mengakses internet dan informasi lainnya dengan privasi yang
sangat longgar dan tak terbatas. Artinya kemajuan dunia teknologi ini muncul
selalu dengan dialektika. Teknologi hadir dan didesain untuk memberi banyak
manfaat bagi manusi. Namun jika manusia menggunakan untuk kepentingan yang
negatif maka teknologi muncul bagaikan
sebuah pisau. Pisau diciptakan untuk memberikan manfaat pada bagi penggunanya,
akan tetapi dilain pihak pisau dapat digunakan untuk membunuh orang lain bahkan
orang yang menciptakanya.
3. Dimensi Politik.
Meskipun globalisasi lebih banyak
diwarnai oleh aktifitas ekonomi seperti;
perdagangan bebas, pasar bersama, kerjasama ekonomi
maupun integrasi ekonomi, tetapi bukan
berarti peranan politik semakin tidak berarti. Justru perdagangan bebas adalah akibat
dari keputusan politik yang dibuat oleh para pemimpin negara-negara yang terlibat dalam aliansi ekonomi, sehingga tidak ada kerjasama
ekonomi global tanpa diawali oleh keputusan
politik.
Krisis moneter
yang pernah dialami negara Indonesia diawal tahun 1997 misalnya, telah membawa
dampak luas pada perubahan pola pikir masyarakat
Indonesia, bergeser menuju pola pikir bangsa barat, terutama pada prilaku
politiknya (suryorini, 2006:91). Besarnya pengaruh politik ini sehingga banyak
permasalahan di Indonesia selalu diselesaikan secara politis dan meninggalkan asas profesionalisme, dimana
setiap masalah harus diselesaikan oleh ahlinya dan bukan dengan cara politis
semata. Sehingga efek yang muncul kemudian
masyarakat ikut mempolitisi setiap kasus yang dihadapi
terutama yang berkaitan dengan pemerintah mulai dari tingkat pusat
hingga daerah.
4. Dimensi Kebudayaan.
Jika kebudayaan diartikan sebagai sesuatu yang dipelajari dan sarana ditopang
mekanisme adaptasi yang diwariskan secara turun temurun maka
kebudayaan menyangkut aspek-aspek: pengetahuan,
seni, moral, kepercayaan, hukum, adat
istiadat dan segala kebiasaan sebagai anggota masyarakat. Di era globalisasi,
terpaan informasi sangat memungkinkan seseorang mengadopsi nilai-nilai
pengetahuan dan kebiasaan di luar
lingkungan sosialnya yang jauh dari jangkauan fisiknya. Proses enkulturasi,
akulturasi maupun imitasi tidak selalu dilakukan oleh orang tua atau
orang-orang yang dekat dengan mereka. Karena proses ini dapat dilakukan oleh
media massa dan dapat menjadi perilaku global.
Proses-proses globalisasi dapat
diidentifikasikan dalam lima sumber yaitu:
a) Diakibatkan oleh dinamika
teknologi yang mengurangi jarak global, serta gerakan manusia yang serba cepat.
Disini peran media menjadi pangkal dalam mengemas suatu pesan yang akan
dikomunikasikan ke seluruh dunia.
b) Globalisasi muncul dari
masalah-masalah bumi, misalnya : masalah lingkungan, masalah penanggulangan
terhadap dampak dari rumah kaca, masalah kependudukan, masalah sosial ekonomi,
dan lain-lain.
c) Proses globalisasi sebagai
akibat dari kemampuan negara dalam memecahkan masalah nasionalnya, misalnya :
munculnya berbagai terorisme, berbagai masalah
sosial, ekonomi, politik,
budaya dan lain-lain.
d) Munculnya sub-sub kelompok
yang semakin kuat dalam masyarakat bangsa, misalnya lahirnya jenis dan bentuk
NGO (Non Governmental Organization)
yang bergerak di bidang
: HAM, demokrasi, hukum dan lain-lain.
e) Globalisasi
sebagai akibat meningkatnya keahlian, pendidikan,dan
keberdayaan
reflektif warga negara. Sehingga mampu melihat masalah- masalah di luar batas
negaranya, misalnya: rasa solidaritas bencana
alam, rasa senasib dan sepenanggungan yang dialami bangsa
lain, dan lain-lain.
Kasus Globalisasi, disebabkan oleh
perkembangan:
Informasi
Teknologi/Transportasi Online
Sosial politik
Ekonomi
Organisasi
O. GEGAR BUDAYA (CULTURE SHOCK)
Pemahaman lintas budaya merujuk kepada
kemampuan dasar orang dalam
berbisnis untuk mengenal, menafsirkan, dan bereaksi dengan benar terhadap kejadian atau situasi yang
dapat menimbulkan kesalahfahaman disebabkan perbedaan budaya. Perhatian utama
dari latihan lintas budaya adalah untuk melengkapi pembelajar dengan keterampilan yang cocok untuk mancapai pemahaman lintas budaya.
Apabila dasar pemahaman lintas
budaya telah diletakkan,
pembelajar melalui latihan yang berkelanjutan atau pengalaman di tempat kerja,
secara bertahap dapat mencapai apresiasi yang lebih halus tentang perbedaanbudaya.
Pengetahuan lintas budaya sangat penting bagi dasar pemahaman lintas
budaya. Tanpa hal ini apresiasi lintas budaya tidak akan terjadi. Ia merujuk
kepada pengenalan tingkat permukaan dengan karakteristik budaya, nilai,
kepercayaan, dan perilaku. (Kesadaran lintas budaya) berkembang dari
pengetahuan lintas budaya kala pembelajar memahami dan mengapresiasi secara
internal suatu budaya. Ini mungkin akan disertai dengan perubahan pada perilaku
dan sikap pembelajar, seperti fleksibilitas dan keterbukaan yang lebih besar.
Kepekaan lintas budaya merupakan hasil yang wajar dari kesadaran, dan merujuk kepada kemampuan untuk membaca
situasi, konteks, dan perilaku yang
secara budaya berakar dan dapat bereaksi kepadanya
dengan tepat. Respons yang cocok menuntut bahwa pelaku tidak lagi membawa secara budaya.
tafsirannya
sendiri yang telah ditentukan terhadap situasi atau perilaku (misalnya baik/buruk, benar/salah), yang
hanya dapat dirawat dengan pengetahuan
dan kesadaran lintas budaya.
Kompetensi lintas budaya haruslah menjadi tujuan bagi mereka yang
berhadapan dengan klien, pelanggan atau kolega multibudaya. Kompetensi
merupakan tahap final dari pemahaman lintas budaya, dan menunjukkan kemampuan
pelaku untuk mengerjakan lintas budaya secara efektif.
Kompetensi lintas budaya melampaui
pengetahuan, kesadaran dankepekaan karena ia merupakan pencernaan, per-paduan keterampilan dan informasi yang dicari, diterapkan untuk
menciptakan sinergi budaya di tempat kerja.dan transformasi dari
Gegar budaya atau culture
shock adalah suatu keadaan yang dialami
seseorang setelah berhubungan atau
berkomunikasi dengan seseorang atau sekelompok orang, yang kebudayaannya berbeda dengan kebudayaan orang tersebut. (Kalervo Oberg, dalam pidatonya didepan American
Women’s Club, Rio de Jenerio, Brasil.)
Sebab-sebab terjadinya Culture Shock
1. Culture Shock terjadi
karena menghadapi lingkungan atau situasi yang baru, hal ini merupakan seluruh
reaksi seseorang yang memiliki latar belakang budaya berbeda dengan masyarakat yang ditemuinya.
2. Culture Shock terjadi karena ketidakpuasan melakukan hubungan
antar budaya. Hal ini terjadi sebagai akibat ketidakcocokan antara unsur-unsur budaya yang ada, pada kebudayaan satu dengan yang lainnya.
3. Culture Shock bisa
disebabkan karena keharusan merubah
perilaku seseorang atau kelompok, dalam
ruang kehidupan yang baru agar bisa diterima sewajarnya. Culture Shock bisa terjadi oleh karena perubahan- perubahan, atau penyesuaian-penyesuaian yang harus dilakukan tiba-tiba.
P. Budaya dalam Pendidikan
Pendidikan bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat dan
meningkatkan
kualitas kehidupan. Pendidikan tanpa etika yang benar hanya akan menjadikan manusia salah arah, makin
serakah dan memeras
manusia lain yangtidakberdaya.
Semua manusia menganut budayanya sendiri. Manusia belajar berpikir,
merasa, mempercayai, dan mengusahakan sesuatu yang layak dicapai menurut
budayanya (Mulyana & Rakhmat: 18). Budaya tercermin dalam pola-pola bahasa,
objek materi, persahabatan, kebiasaan makan, praktek komunikasi, tindakan-
tindakan sosial, kegiatan politik ekonomi, dan teknologi. Maka muncul bahasa
Taglog di Filipina, ada rumah Joglo dari Jawa. Di Jerman dan Amerika, informasi
disampaikan dalam kode yang bersifat eksplisit, misalnya dengan kata-kata.
Para komunikator akan lebih efektif jika
mereka dapat mengidentifikasi
perbedaan, kemudian mampu menerima pesan dengan persepsi penerima seperti yang
diinginkan pengirim. Ketika seseorang berkomunikasi,
mereka cenderung menggunakan asumsi budayanya sendiri, dimana mengangap orang lain mempunyai
budaya, bahasa, dan persepsi seperti dirinya. Dengan demikian kita
memperlakukann orang lain seperti kita
ingin diperlakukan. Namun demikian, apabila
yang diajak berkomunikasi tersebut kebetulan orang
yang berbeda budaya dengan sender, maka audience akan menerima pesan seperti persepsinyasendiri.
Pemahaman ini memunculkan cara pandang baru dalam berhubungan dengan audience. Sender perlumemahamibudayaaudience danmemperlakukan sebagaimana mereka ingin diperlakukan. Untuk itu sender
perlu meningkatkan pemahaman
budaya asing tersebut dari beberapa aspek berikut: kontekstual, etikal, sosial,
dan nonverbal. Perbedaan dari aspek kontekstual.
Perbedaan kontekstual merupakan salah satu aspek yang membedakan antara
budaya satu dengan budaya lain. Konteks budaya (cultural context) merupakan
pola dari isyarat fisik, stimuli lingkungan, dan pesan implisit yang dikirimkan dalam komunikasi diantara anggota
budaya tersebut. Dengan demikian antaran budaya satu akan berbeda dengan budaya
lain dalam aspek kontekstual.Dalam analisis lebih lanjut, perbedaan kontekstual
ini tidak selalu berada pada dua kutub yang saling bertentangan, namun dapat
digambarkan dalam satu garis kontinum.
Bagaimana
perbedaan kontestual dari beberapa negara dapat digambarkan sebagai berikut :
•
Konteks budaya pada tingkat rendah
Konteks budaya
pada tingkat rendah artinya
bahwa pada budaya
tersebut lebih menekankan pada komunikasi verbal baik
secara lisan maupun tertulis dan
kurang memperhatikan pada pesan non verbal. Dalam prakteknya apa yang ingin
disampaikan dantindakan yang diharapkan dari audience dinyatakan secara
eksplisit dalam kalimat. Orang dengan konteks budaya rendah jikaada yang menyela sementara ia belum
selesai berbicara akan mengatakan ” tunggu
sampai saya selesai berbicara”. Orang-orang dari Jerman, Skandinavia dan Amerika pada umumnya
dengan konteks budaya
padatingkat rendah.
•
Konteks budaya pada tingkat tinggi
Konteks budaya pada tingkat tinggi artinya bahwa budaya tersebut kurang menenkankan pada komunikasi verbal,
tetapi lebih menekankan pada komunikasi non verbal
dan situasi yang dibentuk dalam menyampaikan pesan. Sender mengharapkan audience
memahami pesan yang disampaikan secara tidak langsung dari kata-kata yang
disampaikan dan bahasa tubuh (gesture)
yang menyertainya. Di dalam masyarakatnya sendiri aturan hidup sehari-hari
tidak dinyatakan secara eksplisit dan langsung,
tetapi dengan mempelajari isyarat-isyarat seperti bahasa tubuh, intonasi suara, dan tatapan mata dan bagaimana memberikan tanggapan yang diharapkan. Negara-negara yang
masyarakatnya termasuk dalam konteks
budaya tinggi adalah Jepang, China, Arab.
•
Konteks budaya pada tingkat menengah
Konteks budaya
pada tingkat sedang artinya bahwa pada budaya tersebut penyampaian pesan dengan komunikasi verbal maupun non verbal
pada tingkat yang relatif sama. Dalam menyampaikan pesan, inti pesan dinyatakan secara eksplisit dan sekaligus disertai dengan komunikasinon
verbal. Negara-negara dengankonteks budayapadatingkatmenengahmisalnya Italia
dan Spanyol.
Meskipun hasil penelitian menunjukkan bahwa suatu negara terletak pada garis kontinum dari konteks budaya
pada tingkat rendah
sampai pada tingkat
tinggi.
Namun dalam suatu
negara itu sendiri dapat ditemukan masyarakat dengan konteks budaya yang
berbeda. Pada saat berkomunikasi dengan orang asing, dan
orang asing
tersebut menggunakan bahasa kita, perlu dipahami pula apakah orang asing tersebut memahami bahsa tubuh
kita. Karena pemahaman bahasa tubuh berbeda dengan pemahaman bahasa verbal pada
umumnya. Ada baiknya belajar perbedaan bahasa tubuh dengan memperhatikan
bagaimana pada saat mereka berbicara diikuti dengan bahasa tubuh yang
menjelaskan bahasa verbalnya. Dalam budaya Amerika, menatap mata pada saat
berkomunikasi mengandung makna menghargai lawan bicaranya. Namun bagi orang
Jawa, menatap mata berarti kurang suka dengan yang dikomunikasikan, dan sikap
menunduk pada saat diajak berbicara menunjukkan penghormatan atau respek.
Kesimpulan
Dengan demikian sangat jelas betapa
pentingnya seorang guru bahasa Arab memahami dengan baik bagaimana hubungan
antara bahasa dan budaya. Hubungannya sangat erat, bahasa dan budaya bagaikan
dua sisi mata uang. Budaya akan mengarah kepada peradaban dan seperti apa
peradaban sebuah bangsa akan terbaca lewat perkembangan bahasanya.
Peradaban Arab pada abad pertengahan
memegang peranan yang begitu dominan pada peradaban dunia. Hal itu diikuti
dengan superioritasnya bahasa Arab sebagai bahasa internasional. Namun fenomena
di atas sangat kontras dengan apa
yang kita lihat sekarang, peradaban Arab dalam posisi inferior. Kondisi seperti
ini juga diikuti dengan perkembangan bahasa Arab. Bahasa Arab dianggap sebagai
bahasa kuno yang hanya dipakai untuk kepentingan religius semata. Problema ini
menyebabkan rendahnya motivasi peserta didik dalam belajar bahasa Arab, oleh
karena itu untuk meningkatkan motivasi mereka salah satu caranya adalah dengan
memajukan peradabannya yang tidak lain adalah representasi daribudayanya.
Walaupun bahasa Arab sekarang ini
mengalami nasib seperti yang digambarkan di atas, namun salah satu yang membuat
kita akan selalu optimis dan bangga dengan
bahasa Arab adalah karena bahasa Arab adalah bahasa Islam, dimana kitab
sucinya, Alquran dan Hadits, keduanya berbahasa Arab. Hal ini menyebabkan bahasa
Arab akan selalu eksis sepanjang masa tidak akan mengalami nasib seperti
bahasa Latin, bahasa Sansekerta dan sebagainya.
Selanjutnya kalau seorang guru bahasa
Arab sudah memahami bagaimana hubungan bahasa dan budaya maka seorang guru
bahasa Arab di Indonesia harus bisa mengadakan studi kontrastif antara budaya
Indonesia dan budaya Arab. Maksudnya dalam mengajarkan bahasa Arab seorang guru
bahasa Arab harus memperhatikan
kondisi sosiokultural masyarakat Indonesia dan Arab
sekaligus supaya seimbang. Artinya seorang guru bahasa Arab diharapkan dalam
mengajar bisa menyesuaikan tujuan,
materi, pendekatan, metode, strategi
dan sebagainya sesuai
dengan situasi dan kondisi
masyarakat Indonesia yang belajar bahasa Arab supaya apa yang diajarkan itu
relevan dengan kebutuhan peserta didik. Disamping itu, seorang guru bahasa Arab
juga jangan lupa memperkenalkan budaya Arab
kepada peserta didiknya karena
untuk memahami teks-teks yang ditulis dalam bahasa Arab dengan baik atau untuk
memahami pembicaraan native speaker dengan baik banyak bergantung dengan
pemahaman budaya Arab.
Sumber:
(1)
Koentjaraningrat.
2010. Manusia
dan Kebudayaan Indonesia. Djambatan.
Jakarta
(2) Anuradha Dingwaney and Carol Maier. 1995.
Between
languages and Cultures; Translation and Cross-Cultural Texts. London: University of Pittsburgh Press
(3) Mulyana, Deddy & Rakhmat,
Jalaluddin. 1990. Komunikasi antar budaya.
Bandung. Remaja Rosdakarya
(4) Hutagalung,Moh.Husen,2018.PemahamanLintasBudaya.Jakarta:STPTrisakti
(5) Unesco. Globalisation. 2010.
http://www.unesco.org/education/tlsf/mods/theme_c/mod18. html. Diakses pada 20 Mei 2020.
(6) SAP Gunadarma Online. SAP Bahasa Indonesia 1.
http://sap.gunadarma.ac.id/index.php?stateid=daftar&substateid=de tail kul&id=1754.
Diakses pada Februari 2018.
(7)
Nayono,
Satoto E. Pengenalan Pemahaman Lintas Budaya. Yogyakarta :
30
29
30
31
0 Comments